Selasa, 19 Maret 2013

SIFAT DAN ARTI ILMU POLITIK



Perkembangan Ilmu Politik
  Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus dan ruang lingkup yang sudah jelas maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19.
Tetapi apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasionil dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik maka ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya, malahan sering dinamakan “ilmu sosial tertua” di dunia.
Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat :
  • Yunani kuno (pemikiran mengenai negara sudah dimulai pada tahun 450 SM, seperti terbukti dalam karya-karya ahli sejarah Herodutus atau filsuf-filsuf seperti : Plato dan Aristoteles.)
  • Asia (ada beberapa pusat kebudayaan, antara lain : India dan China yang telah mewariskan tulisan-tulisan politik yang bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul antara lain dalam kesusastraan Dharmasastra dan Arthasastra yang berasal dari masa kira-kira 500 SM. Di antara Filsuf China yang terkenal, seperti : Confucius atau Kung Fu Tzu (500 SM), Mencius (350 SM) dan mazhab Legalists (antara lain Shang Yang 350 SM)
Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulisan yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan, seperti : Negara Kertagama (yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad ke-13 dan 15 M) dan Babad Tanah Jawi. Namun sayang di negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup bahasan politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh negara-negara, seperti : Inggris, Jerman, Amerika Serikat dan Belanda dalam rangka imperialisme.


 
PENGERTIAN OBYEK, DAN KARAKTERISTIK ILMU POLITIK


  Istilah politik  (politics) sering dikaitan dengan bermacam-macam kegiatan dalam sistem politik ataupun negara yang menyangkut proses penentuan tujuan maupun dalam melaksanakan tujuan tersebut. Di samping itu juga menyangkut pengambilan keputusan (decisionmaking) tentang apakah yang menjadi tujuan sistem politik yang menyangkut seleksi antara beberapa alternative serta penyusunan untuk membuat skala prioritas dalam menentukan tujuan-tujuan itu.

    Namun menurut Brendan O’Leary (2000) ilmu politik merupakan disiplin akademis, dikhususkan pada penggambaran, penjelasan, analisis dan penilaian yang sistematis mengenai politik dan kekuasaan. Selanjutnya dia mengemukakan mungkin lebih tepat diberi label “politikologi”, sebagaimana sesungguhnya hal ini terjadi di negara-negara Eropa, selain dikarenakan para praktisinya menolak gagasan bahwa disiplin mereka adalah seperti disiplin ilmu-ilmu alam dan juga karena disiplin itu tidak mempunyai satu bangunan teori atau paradigma yang padu. Tentu saja banyak teoretisi lainnya yang menentang pendapat tersebut. Dalam tulisan ini penulis tidak akan memperpanjang kontroversi ilmu politik tersebut.
Untuk memahami lebih jauh apa itu arti ; ilmu politik;  sebetulnya sangat tergantung pada dari dimensi apa ia melihatnya. Bagi kaum institusionalis atau institutional approach  seperti

 Roger F. Soltau (1961: 4), mengatakan
    Political science is the study of the state, its aims and purposes... the institutions by which these are going to be realized, its relations with is individual members,and other states  (Ilmu politik adalah kajaian tentang negara, tujuan-tujuan negara, dan lembaga lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain).
   Sedangkan J. Barents (1965: 23) mengemukakan:

De wetenschap der politiek is de wetenschap die het leven van de staat bestudeert... een maatschappelijk leven... waarvan de staat een onderdeel vormnt. Aan het onderzoek van die staten, zoals ze werken, is de wetenschap der politiek gewijd”
( Ilmu politik adalah ilmu tentang kehidupan negara... yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya). Berbeda dengan kelompok pendekatan kekuasaan (power approach),

 Seperti Harold Laswel, W.A. Robson, maupun Deliar Noer. Laswel (1950) mengemukakan:

  Mendefinisikan ilmu politik sebagai disiplin empiris pengkajian tentang pembentukan dan pembagian kekuasaan, serta tindakan politik seperti yang ditampilkan seseorang dalam perspektif-perspktif keKuasaan.
     Kemudian Robson (1954) mengemukakan:
Political science is concerned with the study of power in society... its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist... centers on the struggle to gain or retain power, to exercise power or influence over others, or to resist that .

.
SIFAT DAN ARTI POLITIK 227 ROWLAND B. F. PASARIBU


                (Ilmu politik adalah ilmu yang memfokuskan dalam masyarakat)
   Yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasilnya. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan , melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu).
Kemudian seoang ahli ilmu politik dalam negeri kita Deliar Noer mengemukakan:
   Ilmu politik memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat (Noer, 1965: 56).
Berbeda dengan mereka kelompok yang menggunakan pendekatan Pengambilan keputusan (decisionmaking approach) seperti Joyce Mitchell maupun Karl W. Deutsch. Mitchell (1969: 4-5) mengemukakan: “
Politics is collective decisionmaking or
the making f public policies for an entire society (Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan public
untuk suatu keseluruhan masyarakat). Kemudian Deutsch (1970: 5) mengatakan:
“Politics is the making of decision by publics means”
(Politik adalah pembuatan keputusan oleh alat-alat publik).
Selanjutnya pengertian “ilmu politik” akan berbeda pula menurut kelompok yang menggunakan pendekatan (public policy / belied approach), seperti Hogerwerf maupun David Easton. Hogerwerf (1972) mengemukakan; Objek dari ilmu politik adalah kebijasanaan pemerintah, proses terbentuknya,serta akibat-akibatnya.
Pengertian kebijaksanaan di sini adalah membangun secara terarah melalui penggunaan kekuasaan. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Easton
(1971) yang menyatakan bahwa ilmu politik “study of the making of public policy
” (studi tentang terbentuknya kebijaksanaan umum).
Penjelasan yang berbeda juga datang dari kelompok ahli ilmu politik yang menggunakan “pendekatan pembagian” (distribution approach) yang dikemukakan Harold Laswel maupun David Easton. Laswel mengemukakan bahwa “Politik adalah masalah siapa mendapat apa; kapan dan bagaimana?” (Laswel, 1972). Sedangkan menurut Easton, “Sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat (1965).
Sedangkan menurut Robert Dhal (1994) bahwa ilmu politik tentang hubungan manusia yang kokoh, dan melibatkan secara cukup mencolok , kendali, pengaruh, kekuasaan dan kewenangan.
Ruang lingkup disiplin ilmu politik kontemporer sangat luas.
   Menurut O’leary (2000: 794) sub-bidang utama dari penyelidikan ilmu politik meliputi:
(1) pemikiran politik;
(2) teori politik
 (3) sejarah politik
 (4) analisis politik perbandingan
(5) administrasipublic
(6) kebijakan public
 (7) sosiologi politik
(8) hubungan internasional
 (9) teori-teori kenegaraan.

1. Pemikiran Politik
: Sub-bidang ini merupakan akumulasi bangunan teks dan tulisan para filsuf besar yang membingkai pendidikan intelektual banyak mahasiswa ilmu politik. Di antaranya karya-karya besar para pemikir sejak zaman Plato dan
Aristoteles, zaman pertengahan dan awal modern karya-karya Aquinas, Agustine,
Hobbes, Locke, Rousseau, dan Montesquieu, serta akhirnya buku-buku para penulis.

SIFAT DAN ARTI POLITIK
228 ROWLAND B. F. PASARIBU moden seperti Kant, Hegel, Marx, Tocqueville dan John Stuart Mill (O’Leary, 2000: 788).
Dalam perkembangannya, norma tersebut banyak dikritik berulang kali karena dianggap bersifat “etnosentrisme”, mengingat mengabaikan tradisi filsafat non-Barat yang sudah berkiprah sebelum dan bersamaan dengan peradaban Barat serta bersifat patriarchal (Okin,1980; Pateman; 1988). Oleh karena itu kelompok yang menolak norma tersebut berangkat dari suatu asumsi bahwa suatu sain yang matang seharusnya melampaui asal-usulnya, dan karenanya bahwa kajian pemikiran politik harus diserahkan kepada para ahli sejarah.
Memang para penafsir pemikiran politik selalu punya alasan yang berbeda dalam hal memberikan perhatian yang rinci terhadap teks-teksklasik. Sebagian berpendapat bahwa ilmu-ilmu klasik menyimpan kebenaran yang permanen kendati mereka bereda pendapat dengan penulis-penulis tertentu. Dan inilah tugas pendidik untuk
meneruskan kebenaran-kebenaran ini kepada generasi selanjutnya. Kelompok ini.
  Contoh:
   Leo Strauss yang bersikukuh bahwa ilmu-ilmu klasik mengandung kebenaran-kebenaran abadi tetapi bahwa semua itu hanya bisa diakses oleh kalangan elite yang berperadaban (O’Leary, 2000).
Namun sebaliknya para ahli sejarah pemikiran politik walaupun sependapat bahwa ilmu klasik menyampaikan persoalan-persoalan yang tidak mengenal zaman, akan tetapi norma itu lebih penting untuk pertanyakan yang dimunculkannya dari pada untuk menemukan jawaban-jawaban yang diberikannya. Sebagai contoh;
“akankah manusia-manusia rasional mengenai sifat negara sependapat untuk mendirikan suatu negara, dan apabila setuju, lalu tipe yang bagaimana?” Pertanyaan tersebut akan membantu memperjelas konsepsi sifat manusia yang diasumsikan dalam pemikiran politik serta serta sifat kewajiban politik, legitimasi politik dan negara.
   Bahkan menurut Quentin Skinner, bahwa ilmu klasik sebenarnya bukan tidak kenal zaman, melainkan merupakan teks yang ditujukan kepada orang-orang yang sezaman dengan penulisnya, dan para penulis tersebut terlibat dalam argumen-argumen politik tertentu yang relevan dengan jaman mereka sendiri (Skinner: 1985; 4-20).
    Bagi mereka tugas pemikiran politik adalah untuk menemukan makna dan konteks yang asli dari wacana klasik, seringkali dengan cara memfokuskan pada para penulis yang terlupakan dan dimarjinalkan. Pendekatan kontektual dan histories dikritik karena memberikan diskontinuitas radikal dalam makna dan akses abilitas teks, dan karena menyiratkan bahwa kita harus melakukan hal yang mustahil menjadi orang –orang sezaman dengan para pengarang dari teks besar itu guna memahami semuanya.
Terlebih lagi pendekatan ini menjadi korban oleh perbuatan sendiri: para kritikus bertanya:
  “Kontroversi politik kontemporer apa yang sedang disampaikan oleh para ahli sejarah ketika mereka menawarkan bacaan-bacaan teks yang otoritatif?

2. Teori Politik
: Teori politik merupakan “enterprise” dan jika ditelusuri akar-akarnya mempunyai silsilah yang panjang serta istimewa (Miler, 2000).
Ketika para pendahulu berhenti memandang institusi-institusi sosial dan politik mereka hanya karena dikeramatkan oleh tradisi, dan mulai bertanya mengapa mereka mengambil bentuk yang mereka lakukan, dan apakah mereka mungkin diperbaiki atau tidak, teori politik lahir.


Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan

    Umumnya dan terutama dalam ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya secara empiris (berdasarkan pengalaman). Menemukan hukum-hukum ilmiah inilah yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau definisi yang tersebut di atas dipakai sebagai patokan maka ilmu politik serta ilmu sosial lainnya tidak / belum memenuhi syarat. Oleh karena itu sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu.
    Mengapa demikian? Karena objek yang diteliti adalah manusia dan manusia adalah makhluk yang kreatif yang selalu menemukan akal baru yang belum pernah diramalkan dan malah tidak dapat diramalkan. Para Sarjana Ilmu Sosial pada mulanya cenderung untuk mengemukakan definisi yang lebih umum sifatnya, seperti yang terlihat pada pertemuan-pertemuan sarjana ilmu politik yang diadakan di Paris tahun 1948.
Mereka berpendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah keseluruhan dari pengetahuan yang terkoordinasi mengenal pokok pemikiran tertentu ( the sum of coordinated knowledge relative to determine subject)
Definisi yang serupa pernah dikemukakan oleh seorang ahli Belanda yang mengatakan “Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun, sedangkan pengetahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis”.
Akan tetapi ternyata bahwa banyak sarjana ilmu politik tidak puas dengan perumusan yang luas ini, oleh karena tidak mendorong para ahli untuk mengembangkan metode ilmiah. Dalam proses politik untuk dijadikan dasar bagi penyusun generalisasi, diharapkan oleh mereka agar ilmu politik menggunakan cara-cara baru untuk meneliti gejala-gejala dan peristiwa politik secara lebih sistematis, bersandarkan pengalaman-pengalaman empiris dengan menggunakan kerangka teoritis yang terperinci dan ketat. Pendekatan baru ini terkenal dengan nama “pendekatan tingkah laku / behavioral approach”
Pendekatan tingkah laku ini timbul dalam masa sesudah perang dunia II, terutama dalam dekade 50-an sebagai gerakan pembaruan yang ingin meningkatkan mutu ilmu politik. Gerakan ini terpengaruh oleh karya-karya sarjana Sosiologi Max Weber dan Talcott Parsons di samping penemuan-penemuan di bidang psikologi. Sarjana ilmu politik yang terkenal karena pendektan tingkah laku politik ini ialah Gabriel A. Almond (structural functional analysis), David Easton (general system analysis), Karl W. Deustch (communication theory), David Truman dan Robert Dahl.
Salah satu pemikiran pokok dari para pelopor “pendekatan tingkah laku” adalah bahwa tingkah laku politik lebih menjadi fokus daripada lembaga-lembaga politik / kekuasaan / keyakinan politik. Konsep-konsep pokok dari kaum behavioralis dapat disimpulkan sebagai berikut :
  • Tingkah laku politik memperlihatkan keteraturan (regularities) yang dapat dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi.
  • Generalisasi-generalisasi ini pada asasnya harus dibuktikan kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku yang relevan.
  • Untuk mengumpulkan dan menafsirkan data diperlukan teknik penelitian yang cermat.
  • Untuk mencapai kecermatan dalam penelitina diperlukan pengukuran dan kwantifikasi.
  • Dalam membuat analisa politik nilai-nilai pribadi si peneliti sedapat mungkin tidak berperan (value free).
  • Penelitian politik mempunyai sifat terbuka terhadap konsep-konsep, teori dan ilmu sosial lainnya. Dalam proses interaksi dengan ilmu sosial lainnya dimasukkan istilah baru, seperti : sistem politik, fungsi, peranan, struktur, budaya politik dan sosialisasi politik di samping istilah lama, seperti : negara, kekuasaan, jabatan, institut, pendapat umum dan pendidikan kewarganegaraan.
Pendekatan tingkah laku mempunyai beberapa keuntungan, seperti : memberi kesempatan untuk mempelajari kegiatan dan susunan politik di beberapa negara yang berbeda sejarah perkembangannya, latar belakang kebudayaan dan ideologi, dengan mempelajari bermacam-macam mekanisme yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu yang memang merupakan tujuan dari setiap kegiatan politik di mana pun terjadi.
Perbedaan antara kaum tradisonalis dan behavioralis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Kaum tradisionalis menekankan :
  • Nilai dan norma-norma
  • Filsafat
  • Ilmu terapan
  • Historis yuridis
  • Tidak kwantitatif
Kaum behavioralis menekankan :
  • Fakta
  • Penelitian empiria
  • Ilmu murni
  • Sosiologis – psikologis
  • Kwantitatif
Timbulnya “revolusi post behavioralisme” timbul di Amerika pada pertengahan dekade 60-an dan mecapai puncak pada akhir dekade 60 ketika pengaruh berlangsungnya perang Vietnam dan kemajuan-kenajuan teknologi, antara lain : di bidang persenjataan dan diskriminasi ras melahirkan gejolak-gejolak sosial yang luas. Gerakan protes ini dipengaruhi oleh tulisan-tulisan cendikiawan, seperti : Herbert Marcuse, C. Wright Mills, Jean Paul Sartre dan banyak dukungan di kampus-kampus universitas. Reaksi dari kelompok ini berbeda daripada kelompok tradisonil : yang pertama lebih memandang masa depan dan kedua lebih memandang ke masa lampau.
Reaksi  post behavioralisme terutama ditujukan kepada usaha untuk merubah penelitian dan pendidikan ilmu politik menjadi suatu ilmu pengetahuan yang murni, sesuai dengan pola ilmu eksakta. Pokok-pokok dapat diuraikan sebagai berikut :
  • Dalam usaha mengadakan penelitian yang empiris dan kwantitatif ilmu politik menjadi terlalu abstrak dan tidak relevan terhadap masalah sosial yang dihadapi. Padahal relevan dianggap lebih penting daripada penelitian yang cermat.
  • Karena penelitian terlalu bersifat abstrak, ilmu politik kehilangan kontak dengan realitas-realitas sosial. Padahal ilmu politik harus melibatkan diri dalam usaha mengatasi krisis-krisis yang dihadapi manusia.
  • Penelitian mengenai nilai-nilai harus merupakan tugas ilmu politik.
  • Para cendikiawan mempunyai tugas yang historis dan unik untuk melibatkan diri dalam usaha mengatasi masalah-masalah sosial. Pengetahuan membawa tanggung jawab untuk bertindak harus “engage” / “commited” untuk mencari jalan keluar dari krisis yang dihadapi.


Definisi Ilmu Politik

    Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Lagipula politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan individu.
Unsur yang diperlukan sebagai konsep pokok yang dipakai untuk meneropong unsur-unsur lainnya, yaitu :
  • Negara (suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya)
  • Kekuasaan (kemampuan seseorang / kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang / kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku)
  • Pengambilan keputusan (Keputusan adalah membuat pilihan di antara beberapa alternatif ; Pengambilan keputusan adalah menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu terjadi)
  • Kebijaksanaan umum (Kebijaksaan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku / kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut)
  • Pembagian atau alokasi (pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat)
Sarjana-sarjana yang menekankan negara sebagai inti dari politik memusatkan perhatiannya pada lembaga-lembaga kenegaraan serta bentuk formilnya. Definisi ini bersifat tradisionil dan agak sempit ruang lingkupnya. Pendekatan ini dinamakan pendekatan institusionil.
Definisi ilmu politik menurut beberapa tokoh :
  • Roger F. Soltau dalam introduction to politics (ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan tersebut, hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain)
  • J. Barents dalam Ilmu Politika (ilmu politik adalah mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat ; ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya)


Bidang-bidang Ilmu Politik

Dalam Contemporary Political Science, ilmu politik dibagi ke dalam 4 bidang, yaitu :
  • Teori politik : teori politik, sejarah perkembangan ide-ide politik.
  • Lembaga-lembaga politik : UUD, Pemerintah nasional, Pemerintah daerah dan lokal, Fungsi ekonomi dan sosial dari pemerintah, Perbandingan lembaga-lembaga politik.
  • Partai-partai, Golongan dan Pendapat Umum : Partai politik, Golongan dan Asosiasi, Partisipasi warga negara dalam pemerintah dan administrasi, Pendapat umum.
  • Hubungan internasional : Politik internasional, Organisasi dan administrasi internasional, Hukum internasional.
Perkembangan ilmu politik yang tercermin dalam berbagai konfrensi ilmiah :
  • Acara Kongres VII International Political Science Association tahun 1967 di Brussel yang membicarakan :
    • Metode-metode kwantitatif dan metematis dalam ilmu politik.
    • Biologi dan ilmu politik.
    • Masalah pangan dan ilmu politik.
    • Masalah pemuda dan politik.
    • Model-model dan studi perbandingan sekitar Nation Building.
    • Acara American Political Science Association tahun 1970 di Los Angeles yang membicarakan :
      • Data dan analisa (penggunaan komputer dalam kegiatan penelitian)
      • Pembangunan politik (kehidupan politik di negara-negara baru)
      • Tingkah laku badan legislatif (analisa sikap dan peranan anggota-anggota panitia-panitia kecil dalam badan-badan perwakilan)
Perbandingan sistem-sistem komunis dan komunikasi internasional (2 cabang ilmu hubungan internasional yang bersifat sempit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar